Sabtu, 06 Mei 2017

A Place Called Destiny 01

Image result for butterfly very beauty


Segalanya stuck.
Sampai akhirnya aku mengatakan pada Tuhan, bahwa jika Dia melepaskan aku dari semuanya ini, aku akan mengemas semua barangku dan pergi ke tempat yang Dia inginkan itu.

Sebenarnya persoalan Jakarta tidaklah sesederhana itu.
Jauh lebih rumit daripada sekedar ketakutan bertemu dengan seseorang.
Yang jika ditelusuri lebih lanjut, ketakutan itu sebenarnya lebih kepada ketakutan karena tidak bisa melihat hal-hal detail yang ingin aku lihat.
Aku selalu ingin melihat segala sesuatu.
Dan meskipun aku melihat jauh lebih banyak dari orang2 lainnya, tapi aku tidak pernah puas melihat.
Aku ingin melihat keseluruhan gambarannya, besar atau kecil, dan rasa penasaranku sangat tinggi.
Entah rasa penasaran yang tinggi, atau kepercayaan pada Allah yang rendah.
Bagaimanapun juga, untuk apa kita ragu melangkah meskipun tidak melihat apapun, jika kita percaya bahwa Tuhan mampu dan mau mengendalikan segala hal untuk kebaikan kita kan?

Aku tidak bisa melihat apa yang akan terjadi.
Itu persoalannya.
Aku tidak bisa melihat bagaimana kami akan menyelesaikan "persoalan sangat besar" itu, atau bagaimana aku akan diselamatkan dari norma2 kesusilaan (atau tidak akan terselamatkan?).
Dan aku sama sekali tidak bisa melihat apa yang akan terjadi di Jakarta, sama sekali tidak bisa melihat diriku melakukan sesuatu di sana.

Aku mempunyai banyak kepentingan di sana (ikut bahasa politik), dan banyak orang juga punya banyak kepentingan di sana.
Aku sungguh akan kesulitan berurusan dengan berbagai denominasi dengan keyakinan2 mereka yang meskipun sangat tulus, tapi tidak bisa masuk ke visiku.
Dan ketulusan itu selalu menggugah aku.

Sekarang, pola pikir dan perspektifku, benar2 lebih ke katolik daripada yang lainnya.
Dan setiap kali aku memikirkan hal ini, aku pasti akan terbayang wajah semua orang katolik yang sangat baik dan sangat aku kagumi karena kerinduan mereka kepada Tuhan, kegairahan, dan kerendahan hati mereka.
Aku tidak bisa melepaskan diri sama sekali. Dan sama sekali tidak ingin melepaskan diri.
Kalo ke Jakarta, mereka mau tidak mau, pasti akan menjadi bagian hidupku.
Mereka seperti keluarga yang tinggal serumah denganku.

Tapi bukan hanya katolik keluargaku di Jakarta.
Ada ko F**I. Sahabat rohani yang sangat aku kasihi. Yang sudah menganggap aku seperti adik kandungnya sendiri.
Yang pernah menangis seperti anak kecil karena mendapati aku mau keluar dari gereja karena merasa terluka dengan dia, padahal hari ini dia baru saja berkhotbah tentang kasih dan kesembuhan luka hati.
Satu2nya gembala gereja itu yang menelp aku dari Jakarta saat adikku meninggal. Yang berusaha keras menenangkan hatiku, yang dengan jujur mengakui bahwa dia shock dan berkata pada Tuhan bahwa dia tidak terima adikku meninggal.
Meskipun saat ini,
Aku berdiri di kepercayaan teologis yang agak berbeda dengan dia, tapi bagaimanakah aku tidak akan menjadi bagian dari pelayanannya di Jakarta?

Belum lagi dengan sebuah gereja besar yang terkenal sebagai gereja para artis, dengan salah satu pengajar seniornya yang mengejar aku dari beberapa tahun yang lalu, dan yang tidak pernah mau aku temui?
Kalau dia tiba2 muncul di depan pintu rumahku, apakah aku bisa bersembunyi? Atau apakah aku akan tega mengusir mereka dengan gaya jutekku?

Ada lagi sebuah gereja komunitas.
Yang gembalanya sangat ingin mengajakku membantu pelayanannya, tapi bahkan bicara saja denganku minder.
Bagaimana aku bisa mengatakan tidak jika ada seseorang yang datang merendahkan diri dan meminta, maukah menolongku, Petra?

Atau seorang adik yang menikah dengan pendeta sebuah gereja yang tidak mengakui Yesus sebagai Tuhan... yang juga sama2 mengasihi aku. Yang sementara mempersiapkan pesta penyambutanku di sana bersama suaminya, haha.

Tidak lupa juga, di Jakarta juga ada teman-teman komunitas orang2 pelayanan yang sangat mencintai Tuhan, yang pola pikirnya sangat bagus, yang luar biasa melayani orang2 lain, tapi yang dibuang dari gereja.
Haha.
Apa yang sesungguhnya ada di pikiranMU, Tuhan?

Dan baru beberapa hari yang lalu, seorang anakku yang prophetic, yang di Bandung, bertanya padaku..
Mami, kalau minggu depan Tuhan membereskan semua persoalannya dan memberi mami semua yang diperlukan, apakah mami langsung pindah Jakarta?

Aku jawab iya. Aku akan langsung mengurus kepindahan ke Jakarta.
Meskipun dalam hati, masih mustahil. Tapi memangnya ada yang mustahil bagi Tuhan?

Disambung oleh anak yang sama,
Si kakak gagal mom, apakah Tuhan menyuruh mami menggantikan dia?
Terus terang, itu sudah lewat jam 10 malam, dan aku tertawa sangat nyaring, pertama kalinya selama berbulan2, maybe tetanggaku bahkan bisa dengar suara tertawaku.
Aku tidak menjawab iya atau tidak.
Tuhan tidak mengatakan apa2 tentang itu.

Seorang anak lain tertawa dan berkata,
Jenderal akan datang. Aku tidak tau apa yang akan terjadi jika dia menginjakkan kaki di Jakarta. Aku tidak tau apa yang bisa terjadi jika dia memutuskan untuk akhirnya taat.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar