Artikel
ini terinspirasi dari diskusi dengan salah satu Sahabat FB tentang
proses terapi yang ia jalani dalam upaya mengatasi masalah cemas dan
takut. Sahabat ini telah menjalani tiga sesi terapi dengan dua terapis
berbeda.
Menurut
Sahabat ini, teknik terapi yang digunakan terapis adalah "menghapus"
memori kejadian yang membuat ia tidak nyaman atau mengalami emosi
negatif, dalam hal ini perasaan cemas dan takut.
Teknik
yang digunakan kurang lebihnya seperti ini. Sahabat ini diminta fokus
menatap bola lampu yang menyala, untuk beberapa saat, lalu memejamkan
mata. Saat mata terpejam, muncul bayangan cahaya di pikiran. Bersamaan
dengan munculnya bayangan cahaya ini, ia diminta mengingat kejadian yang
membuat ia merasa tidak nyaman, dan menghubungkan kejadian ini dengan
bayangan cahaya lampu di pikirannya. Selanjutnya, memori kejadian ini
disugestikan untuk ikut pudar dan akhirnya hilang dari pikirannya, sama
seperti bayangan cahaya lampu yang juga hilang dari pikirannya. Proses
ini dilakukan beberapa kali. Usai terapi, menurut Sahabat ini, memorinya
tidak hilang, tetap ada, dan ia tetap merasa cemas dan takut.
Logika
di balik teknik terapi ini benar yaitu bila memori kejadian yang
menimbulkan masalah dalam diri klien berhasil dihapus atau dihilangkan
maka klien sembuh. Saat memori tidak ada berarti klien tidak pernah
mengalami pengalaman traumatik. Dengan demikian tidak akan ada simtom.
Logikanya sederhana, namun untuk menghapus memori bukan pekerjaan mudah.
Dalam kondisi normal, memori tidak mungkin bisa dihapus atau
dihilangkan. Memori akan hilang bila terjadi kerusakan pada wilayah otak
tertentu.
Teknik hipnosis dengan fokus memandang objek bercahaya atau terang, disebuteye fixation (fiksasi
mata), dan berasal dari riset James Braid. Dulu Braid meminta subjeknya
fokus memandang cahaya lilin atau cermin kecil yang diletakkan dengan
jarak tertentu dari wajah subjek. Saat subjek terus fokus memandang satu
objek tertentu, apalagi yang terang dan bercahaya, mata subjek pasti
menjadi sangat lelah dan akhirnya menutup dengan sendirinya. Saat mata
tertutup, subjek masuk dalam kondisi hipnosis/trance.
Di era hipnosis modern, guna menghindari kerepotan harus menyiapkan bola lampu atau objek bercahaya, eye fixation dilakukan
dengan meminta klien fokus memandang ujung jari kelingking terapis yang
diletakkan di sudut kiri atau kanan atas mata klien. Posisi ini
mengakibatkan otot-otot mata menjadi lelah dengan sangat cepat dan
akhirnya menutup dengan sendirinya. Saat menutup mata biasanya diikuti
dengan mata berkedip cepat atau REM (rapid eyes movement) dan terapis memberi sugesti agar klien menjadi semakin rileks.
Berapa kedalaman hipnosis yang mampu dicapai klien dengan teknik induksi eye fixation?
Terapis
tentu berharap klien mencapai kondisi hipnosis yang dalam. Namun
seberapa dalam pastinya, tidak akan pernah diketahui tanpa dilakukan uji
kedalaman. Selain itu, keberhasilan induksi bergantung pada TEAM yaitu trust, rasa percaya klien pada terapis, expectation, pengharapan klien pada proses yang ia jalani,attitude, sikap klien, dan motivation,
motivasi yang mendasari klien jumpa terapis. Hanya mengandalkan teknik
saja tidak menjamin klien bisa masuk kondisi hipnosis dalam.
Dari
paparan yang disampaikan pada saya, saya simpulkan teknik “menghapus”
memori dengan memandang bola lampu menyala hanyalah satu varian teknik
amnesia. Teknik amnesia hanya bisa bekerja dengan syarat, tidak ada
penolakan dari diri klien, klien dalam kondisi hipnosis dalam (deep trance), kliensangat sugestif,
dan terapis memberikan sugesti dengan cara dan semantik yang tepat.
Amnesia bukanlah hal yang mudah, bisa dibilang mustahil dilakukan,
terutama pada klien tipe (sangat) analitikal.
Katakanlah
memori traumatik klien berhasil “dihapus” apakah klien pasti sembuh?
Belum tentu. Perlu dipahami bahwa simtom muncul biasanya bukan dari
kejadian tunggal tapi dari rangkaian kejadian, dimulai dari kejadian
paling awal, diperkuat oleh satu atau beberapa kejadian lanjutan. Saat
terapis hendak “menghapus” memori kejadian, perlu dipertanyakan telah
dilakukan hipnoanalisis untuk mencari kejadian paling awal atau hanya
berdasar uraian klien.
Misal
klien takut dan cemas bicara di depan umum. Bila terapis hanya
“menghapus” memori klien bicara di depan umum, saat ia telah dewasa,
sedangkan kejadian paling awal terjadi saat klien berusia lima tahun,
maka upaya ini tidak akan mampu menghilangkan simtom.
Amnesia
sejatinya tidak menghapus memori, hanya menyembunyikan memori dari
akses pikiran sadar. Memori tetap ada di pikiran bawah sadar. Dengan
“hilangnya” memori akibat amnesia, klien seolah tidak pernah mengalami
kejadian traumatik, dan “sembuh”. “Kesembuhan” ini bersifat sementara
karena amnesia sama sekali tidak menetralisir emosi yang lekat pada
memori traumatik. Lambat laun, pikiran bawah sadar pasti akan kembali
memunculkan simtom yang sama. Dalam beberapa kasus, bisa lebih parah
dari sebelumnya.
Mari
kita berandai-andai. Misalnya, memori benar bisa dihapus, apa akibatnya
bagi klien? Apakah sudah ditimbang akibat negatif dari penghapusan
memori?
Misal
ada klien wanita, baru putus cinta, datang ke terapis dan minta tolong
untuk dihilangkan perasaan sedih, galau, terluka, sakit hati, agar
biasa move-on. Memori mana yang akan dihilangkan? Apakah memori
saat mereka putus ataukah semua rangkain memori mulai klien berkenalan
dengan mantan pacarnya sampai saat mereka putus?
Bila
memori yang dihilangkan adalah saat mereka putus, dan, sekali lagi
misalnya, memori ini benar-benar bisa dihapus, klien akan mengalami
masalah baru. Di pikirannya, ia belum putus. Lalu, bagaimana hidupnya
akibat penghapusan memori ini?
Bagaimana
bila klien, trauma karena pernah digigit ular berbisa, dan dengan
pertolongan terapis trauma ini dihilangkan dengan cara menghapus memori
tentang kejadian ini? Usai terapi, trauma klien hilang dan klien sama
sekali “tidak pernah” digigit ular. Saat ia, misalnya jumpa ular berbisa
lagi, ia tentu tidak punya data bahwa ular ini berbahaya, tidak
hati-hati, dan bisa digigit lagi. Akibatnya bisa fatal.
Terdapat
dua mazhab dalam aliran hipnoterapi. Pertama, hipnoterapi berbasis
sugesti untuk menghilangkan atau modifikasi simtom. Teknik yang
digunakan sama sekali tidak memroses akar masalah atau bebas konten.
Kedua, hipnoterapi yang secara khusus memroses akar masalah dan terutama
menetralisir emosi yang lekat pada memori traumatik.
Salah satu buku klasik menjelaskan pentingya memroses emosi, untuk mencapai kesembuhan, adalah Studies on Histeria karya Josef Bruer dan Sigmund Freud, terbit tahun 1895.
Pakar
hipnoterapi modern seperti John G. Watkins, Helen H. Watkins, Arreed
Barabasz, Gil Boyne, Randal Churchill, Erika Fromm, Gerald Kein, dan
banyak lagi juga menekankan pentingnya menetralisir emosi pada memori
traumatik.
Saat
memori traumatik berhasil “dibekukan”, memori ini dapat secara permanen
dimodifikasi (Loftus, 1979). Bila memori traumatik awal menyebabkan
simtom dan perilaku maladaptif, maka sudah jelas akan sangat baik bila
memori traumatik ini diganti dengan memori yang lebih baik atau positif
(Watkins dan Barabasz , 2007).
Kata
“ganti” pada pernyataan di atas tidak berarti penghapusan memori. Yang
terjadi adalah memori awal diproses tuntas hingga emosinya menjadi
netral, ia tetap ada namun dorman atau tidak lagi berpengaruh, dan
selanjutnya ditumpuki memori baru yang lebih positif dan baik.
Berdasar
pengalaman klinis dan empiris kami menemukan syarat utama untuk dapat
mengubah memori adalah dengan menghilangkan atau menetralisir emosi yang
lekat pada memori ini. Memori akan sangat kaku dan sulit dimodifikasi
selama masih ada emosi. Kelenturan memori berbanding lurus dengan
intensitas emosi yang lekat padanya.
Beberapa teknik yang pernah kami coba, dalam rangka modifikasi memori antara lain swish pattern, fast phobia cure,
mengubah submodalitas, desensitisasi melalui projeksi objek, dan
sugesti. Dari temuan kami, teknik-teknik ini tidak efektif bila masih
ada emosi intens yang lekat pada memori.
Proses
hipnoterapi sejatinya bertujuan untuk menetralisir emosi yang lekat
pada memori traumatik. Saat emosi berhasil dinetralisir tidak berarti
memori hilang. Memori tetap ada, telah dimodifikasi, klien tetap bisa
mengingat kejadiannya namun tidak lagi terpengaruh. Memori ini penting
karena adalah bagian dari proses belajar dan bertumbuh klien.
Simpulannya,
untuk mengatasi suatu masalah adalah tidak mungkin dengan menghapus
memori karena sejatinya memori tidak bisa dihapus atau dihilangkan
kecuali bila individu mengalami kerusakan atau penurunan kinerja otak.
Bagi para sahabat, praktisi, dan pemerhati hipnosis dan hipnoterapi, berikut ini adalah beberapa buku bagus mengulas memori: Hypnosis & Memory (M. Pettinati (Editor)), Hypnosis, Will, & Memory: A Psycho-Legal History (Jean-Roch Laurence & Campbell Perry), In Search Of Memory : The Emergene Of A New Science Of Mind (Eric R. Kandel), Memory and Hypnotic Age Regression (Robert Reiff and Martin Scheerer), Functional Disorders Of Memory (John F. Kihlstrom & Frederick J. Evans (Editor)), Memory, Trauma, Treatment, & The Law (Daniel Brown, Alan W. Scheflin, & D. Corydon Hammond), Human Memory : The Processing of Information (Geoffrey R. Loftus and Elizabeth F. Loftus), The Myth of Repressed Memory (Elizabeth Loftus and Katherine Ketcham), Memory (Elizabeth Loftus), Clinical Hypnosis & Memory: Guidelines for Clinicians & for Forensic Hypnosis (Corydon Hammond, et al.), dan Memory Quest: Trauma & The Search for Personal History (Elizabeth A. Waites)
Sumber: http://www.adiwgunawan.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar