Rabu, 08 Februari 2017

Mengatasi Masalah dengan Menghapus Memori, Mungkinkah? - tulisan salah satu mentor


Artikel ini terinspirasi dari diskusi dengan salah satu Sahabat FB tentang proses terapi yang ia jalani dalam upaya mengatasi masalah cemas dan takut.  Sahabat ini telah menjalani tiga sesi terapi dengan dua terapis berbeda.
Menurut Sahabat ini, teknik terapi yang digunakan terapis adalah "menghapus" memori  kejadian yang membuat ia tidak nyaman atau mengalami emosi negatif, dalam hal ini perasaan cemas dan takut.
Teknik yang digunakan kurang lebihnya seperti ini. Sahabat ini diminta fokus  menatap bola lampu yang menyala, untuk beberapa saat, lalu memejamkan mata. Saat  mata terpejam, muncul bayangan cahaya di pikiran. Bersamaan dengan munculnya bayangan cahaya ini, ia diminta mengingat kejadian yang membuat ia merasa tidak  nyaman, dan menghubungkan kejadian ini dengan bayangan cahaya lampu di pikirannya.  Selanjutnya, memori kejadian ini disugestikan untuk ikut pudar dan akhirnya hilang dari pikirannya, sama seperti bayangan cahaya lampu yang juga hilang dari  pikirannya. Proses ini dilakukan beberapa kali. Usai terapi, menurut Sahabat ini, memorinya tidak hilang, tetap ada, dan ia tetap merasa cemas dan takut.
Logika di balik teknik terapi ini benar yaitu bila memori kejadian yang menimbulkan masalah dalam diri klien berhasil dihapus atau dihilangkan maka klien sembuh. Saat memori tidak ada berarti klien tidak pernah mengalami pengalaman traumatik. Dengan demikian tidak akan ada simtom. Logikanya sederhana, namun untuk menghapus memori bukan pekerjaan mudah. Dalam kondisi normal, memori tidak mungkin bisa dihapus atau dihilangkan. Memori akan hilang bila terjadi kerusakan pada wilayah otak tertentu.
Teknik hipnosis dengan fokus memandang objek bercahaya atau terang, disebuteye fixation (fiksasi mata), dan berasal dari riset James Braid. Dulu Braid meminta subjeknya fokus memandang cahaya lilin atau cermin kecil yang diletakkan dengan jarak tertentu dari wajah subjek. Saat subjek terus fokus memandang satu objek tertentu, apalagi yang terang dan bercahaya, mata subjek pasti menjadi sangat lelah dan akhirnya menutup dengan sendirinya. Saat mata tertutup, subjek masuk dalam kondisi hipnosis/trance. 
Di era hipnosis modern, guna menghindari kerepotan harus menyiapkan bola lampu atau objek bercahaya, eye fixation dilakukan dengan meminta klien fokus memandang ujung jari kelingking terapis yang diletakkan di sudut kiri atau kanan atas mata klien. Posisi ini mengakibatkan otot-otot mata menjadi lelah dengan sangat cepat dan akhirnya menutup dengan sendirinya. Saat menutup mata biasanya diikuti dengan mata berkedip cepat atau REM (rapid eyes movement) dan terapis memberi sugesti agar klien menjadi semakin rileks.
Berapa kedalaman hipnosis yang mampu dicapai klien dengan teknik induksi eye fixation?
Terapis tentu berharap klien mencapai kondisi hipnosis yang dalam. Namun seberapa dalam pastinya, tidak akan pernah diketahui tanpa dilakukan uji kedalaman. Selain itu, keberhasilan induksi bergantung pada TEAM yaitu trust, rasa percaya klien pada terapis, expectation, pengharapan klien pada proses yang ia jalani,attitude, sikap klien, dan motivation, motivasi yang mendasari klien jumpa terapis. Hanya mengandalkan teknik saja tidak menjamin klien bisa masuk kondisi hipnosis dalam.
Dari paparan yang disampaikan pada saya, saya simpulkan teknik “menghapus” memori dengan memandang bola lampu menyala hanyalah satu varian teknik amnesia. Teknik amnesia hanya bisa bekerja dengan syarat, tidak ada penolakan dari diri klien, klien dalam kondisi hipnosis dalam (deep trance), kliensangat sugestif, dan terapis memberikan sugesti dengan cara dan semantik yang tepat. Amnesia bukanlah hal yang mudah, bisa dibilang mustahil dilakukan, terutama pada klien tipe (sangat) analitikal.
Katakanlah memori traumatik klien berhasil “dihapus” apakah klien pasti sembuh? Belum tentu. Perlu dipahami bahwa simtom muncul biasanya bukan dari kejadian tunggal tapi dari rangkaian kejadian, dimulai dari kejadian paling awal, diperkuat oleh satu atau beberapa kejadian lanjutan. Saat terapis hendak “menghapus” memori kejadian, perlu dipertanyakan telah dilakukan hipnoanalisis untuk mencari kejadian paling awal atau hanya berdasar uraian klien.
Misal klien takut dan cemas bicara di depan umum. Bila terapis hanya “menghapus” memori klien bicara di depan umum, saat ia telah dewasa, sedangkan kejadian paling awal terjadi saat klien berusia lima tahun, maka upaya ini tidak akan mampu menghilangkan simtom.
Amnesia sejatinya tidak menghapus memori, hanya menyembunyikan memori dari akses pikiran sadar. Memori tetap ada di pikiran bawah sadar. Dengan “hilangnya” memori akibat amnesia, klien seolah tidak pernah mengalami kejadian traumatik, dan “sembuh”. “Kesembuhan” ini bersifat sementara karena amnesia sama sekali tidak menetralisir emosi yang lekat pada memori traumatik. Lambat laun, pikiran bawah sadar pasti akan kembali memunculkan simtom yang sama. Dalam beberapa kasus, bisa lebih parah dari sebelumnya.
Mari kita berandai-andai. Misalnya, memori benar bisa dihapus, apa akibatnya bagi klien? Apakah sudah ditimbang akibat negatif dari penghapusan memori?
Misal ada klien wanita, baru putus cinta, datang ke terapis dan minta tolong untuk dihilangkan perasaan sedih, galau, terluka, sakit hati, agar biasa move-on. Memori mana yang akan dihilangkan? Apakah memori saat mereka putus ataukah semua rangkain memori mulai klien berkenalan dengan mantan pacarnya sampai saat mereka putus?
Bila memori yang dihilangkan adalah saat mereka putus, dan, sekali lagi misalnya, memori ini benar-benar bisa dihapus, klien akan mengalami masalah baru. Di pikirannya, ia belum putus. Lalu, bagaimana hidupnya akibat penghapusan memori ini?
Bagaimana bila klien, trauma karena pernah digigit ular berbisa, dan dengan pertolongan terapis trauma ini dihilangkan dengan cara menghapus memori tentang kejadian ini? Usai terapi, trauma klien hilang dan klien sama sekali “tidak pernah” digigit ular. Saat ia, misalnya jumpa ular berbisa lagi, ia tentu tidak punya data bahwa ular ini berbahaya, tidak hati-hati, dan bisa digigit lagi. Akibatnya bisa fatal.
Terdapat dua mazhab dalam aliran hipnoterapi. Pertama, hipnoterapi berbasis sugesti untuk menghilangkan atau modifikasi simtom. Teknik yang digunakan sama sekali tidak memroses akar masalah atau bebas konten. Kedua, hipnoterapi yang secara khusus memroses akar masalah dan terutama menetralisir emosi yang lekat pada memori traumatik.
Salah satu buku klasik menjelaskan pentingya memroses emosi, untuk mencapai kesembuhan, adalah Studies on Histeria karya Josef Bruer dan Sigmund Freud, terbit tahun 1895.
Pakar hipnoterapi modern seperti John G. Watkins, Helen H. Watkins,  Arreed Barabasz, Gil Boyne, Randal Churchill, Erika Fromm, Gerald Kein, dan banyak lagi juga menekankan pentingnya menetralisir emosi pada memori traumatik.
Saat memori traumatik berhasil “dibekukan”, memori ini dapat secara permanen dimodifikasi (Loftus, 1979). Bila memori traumatik awal menyebabkan simtom dan perilaku maladaptif, maka sudah jelas akan sangat baik bila memori traumatik ini diganti dengan memori yang lebih baik atau positif (Watkins dan Barabasz , 2007).
Kata “ganti” pada pernyataan di atas tidak berarti penghapusan memori. Yang terjadi adalah memori awal diproses tuntas hingga emosinya menjadi netral, ia tetap ada namun dorman atau tidak lagi berpengaruh, dan selanjutnya ditumpuki memori baru yang lebih positif dan baik.  
Berdasar pengalaman klinis dan empiris kami menemukan syarat utama untuk dapat mengubah memori adalah dengan menghilangkan atau menetralisir emosi yang lekat pada memori ini. Memori akan sangat kaku dan sulit dimodifikasi selama masih ada emosi. Kelenturan memori berbanding lurus dengan intensitas emosi yang lekat padanya.
Beberapa teknik yang pernah kami coba, dalam rangka modifikasi memori antara lain swish patternfast phobia cure, mengubah submodalitas, desensitisasi melalui projeksi objek, dan sugesti. Dari temuan kami, teknik-teknik ini tidak efektif bila masih ada emosi intens yang lekat pada memori.
Proses hipnoterapi sejatinya bertujuan untuk menetralisir emosi yang lekat pada memori traumatik. Saat emosi berhasil dinetralisir tidak berarti memori hilang. Memori tetap ada, telah dimodifikasi, klien tetap bisa mengingat kejadiannya namun tidak lagi terpengaruh. Memori ini penting karena adalah bagian dari proses belajar dan bertumbuh klien.
Simpulannya, untuk mengatasi suatu masalah adalah tidak mungkin dengan menghapus memori karena sejatinya memori tidak bisa dihapus atau dihilangkan kecuali bila individu mengalami kerusakan atau penurunan kinerja otak. 
Bagi para sahabat, praktisi, dan pemerhati hipnosis dan hipnoterapi, berikut ini adalah beberapa buku bagus mengulas memori: Hypnosis & Memory (M. Pettinati (Editor)), Hypnosis, Will, & Memory: A Psycho-Legal History (Jean-Roch Laurence & Campbell Perry), In Search Of Memory : The Emergene Of A New Science Of Mind (Eric R. Kandel), Memory and Hypnotic Age Regression (Robert Reiff and Martin Scheerer), Functional Disorders Of Memory (John F. Kihlstrom & Frederick J. Evans (Editor)), Memory, Trauma, Treatment, & The Law (Daniel Brown, Alan W. Scheflin, & D. Corydon Hammond), Human Memory : The Processing of Information (Geoffrey R. Loftus and Elizabeth F. Loftus), The Myth of Repressed Memory (Elizabeth Loftus and Katherine Ketcham), Memory (Elizabeth Loftus), Clinical Hypnosis & Memory: Guidelines for Clinicians & for Forensic Hypnosis (Corydon Hammond, et al.), dan Memory Quest: Trauma & The Search for Personal History (Elizabeth A. Waites) 

Sumber: http://www.adiwgunawan.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar