Baru-baru ini saya menyaksikan
video pelatihan berbasis terapi yang saya beli di luar negeri dan
menemukan beberapa hal menarik dan penting untuk dibahas dari sudut ilmu
pikiran. Pelatihan ini diselenggarakan di Amerika oleh salah
satu trainer terkenal yang diundang sebuah lembaga keuangan terkemuka
dengan tujuan meningkatkan penjualan.
Salah satu komponen penting
dalam upaya meraih sukses, selain perencanaan atau strategi yang matang
dan terukur, adalah tindakan. Perencanaan sebaik apapun tidak akan bisa
membuahkan hasil bila tidak diwujudkan dalam upaya tindakan konsisten.
Masalahnya, perencanaan
seringkali hanya tinggal perencanaan. Perencanaan dibuat dengan sangat
cermat hanya untuk tidak dilaksanakan karena berbagai alasan. Yang
paling sering adalah penundaan tindakan berkelanjutan.
Dalam konteks penjualan,
penundaan atau ketiadaan tindakan tentu sangat merugikan. Target yang
telah ditetapkan tidak tercapai dan motivasi menurun drastis seiring
waktu berjalan.
Menyikapi hal ini perusahaan
atau lembaga tentu tidak tinggal diam. Berbagai upaya dilakukan untuk
membangkitkan semangat para karyawan atau tenaga penjual untuk melakukan
tidakan sistematis, terstruktur, dan masif untuk bisa segera
meningkatkan kinerja dan omzet penjualan.
Salah satu cara untuk
membangkitkan semangat atau motivasi adalah dengan
mengundang trainer dan menyelenggarakan pelatihan transformasi diri yang
berlangsung selama beberapa hari. Saat ini pelatihan pengembangan diri,
khususnya untuk peningkatan penjualan, sudah tidak lagi sekedar bermain
di ranah motivasi pikiran sadar, tapi sudah masuk ke pelatihan berbasis
terapi yang menitikberatkan otak-atik pikiran bawah sadar dengan
berbagai cara atau teknik. Hal yang sama juga saya dengar dari
seorang country manager di Jakarta yang berkantor pusat di Swedia.
Perkembangan positif ini tentu
sangat menggembirakan. Pelatihan yang semata bermain di ranah motivasi
berbasis pikiran sadar atau kekuatan kehendak (will power), seperti yang
selama ini diketahui, bisa memotivasi peserta pelatihan namun hanya
untuk waktu singkat. Setelahnya, peserta kembali lagi ke pola lama. Ini
tentu akan sangat melelahkan dan membutuhkan biaya yang besar karena
pelatihannya perlu sering diulang.
Sebaliknya, pelatihan berbasis
terapi, bila dilakukan dengan metodologi yang benar dapat memberikan
hasil yang sangat maksimal dalam waktu pelatihan hanya beberapa hari.
Berikut ini dijelaskan beberapa
hal yang pasti dilakukan oleh setiap trainer yang menyelenggarakan
pelatihan transformasi diri berbasis terapi, termasuk yang dilakukan
trainer dalam video yang saya tonton. Informasi ini disampaikan kepada
para pembaca sebagai pengetahuan yang semoga bermanfaat bila mengikuti
pelatihan berbasis terapi.
Untuk bisa melakukan otak-atik
pikiran bawah sadar, ada yang menyebutnya pemrograman ulang, atau
mengatasi mental block, perlu ditetapkan terlebih dahulu apa yang akan
diubah. Ini adalah target perubahan yang akan dilakukan. Misalnya,
perasaan tidak percaya diri, takut penolakan, suka menunda, akan diubah
menjadi percaya diri, berani, giat dan semangat bekerja.
Langkah selanjutnya adalah
masuk ke pikiran bawah sadar. Untuk ini trainer perlu mampu membimbing
para peserta menembus faktor kritis (critical factor) pikiran sadar
mereka. Faktor kritis berfungsi sebagai filter mental yang akan
menyaring informasi atau data yang akan masuk ke pikiran bawah sadar.
Penyaringan dilakukan dengan membandingkan data yang akan masuk dengan
data yang telah ada di pikiran bawah sadar. Bila data tidak sesuai,
sama, atau sejalan pasti ditolak. Bila faktor kritis berhasil ditembus
maka tidak ada lagi filter yang menyaring data dan dengan demikian data
akan dengan mudah dimasukkan ke pikiran bawah sadar.
Sebenarnya, walau faktor kritis
pikiran sadar sudah berhasil ditembus, data yang masuk masih harus
melewati empat filter pikiran bawah sadar. Filter ini adalah filter
keselamatan hidup, filter moral/agama, filter benar/salah, dan filter
masuk akal atau tidak. Bila berhasil melewati lima filter ini, satu
filter di pikiran sadar dan empat di pikiran bawah sadar barulah data
diterima oleh pikiran bawah sadar.
Dalam konteks pelatihan, ada
banyak teknik yang bisa digunakan untuk menembus faktor kritis yaitu
relaksasi mental, melelahkan fisik dan mental, dan menggunakan emosi.
Relaksasi mental dilakukan
dengan serangkaian induksi verbal dengan tujuan membimbing peserta
pelatihan menjadi rileks secara mental dan gelombang otak mereka turun
dari yang dominan beta menjadi dominan alfa dan theta. Untuk melakukan
ini trainer harus sangat fasih dan cakap melakukan induksi, pendalaman
kondisi rileksasi mental dengan teknik yang sesuai, dan cermat karena
induksi dilakukan secara massal, bukan perseorangan. Teknik ini bisa
dilakukan kapan saja sesuai kebutuhan.
Walau tujuannya sama namun
teknik melelahkan fisik dan mental sangat berbeda dengan teknik
rileksasi mental. Teknik melelahkan fisik dan mental dicapai
dengan trainer secara sengaja melakukan pelatihan dalam waktu yang
sangat panjang. Biasanya mulai pagi jam 08.00 sampai subuh jam 02.00 dan
bahkan ada yang sampai jam 04.00. Selanjutnya peserta hanya diberi
waktu istirahat yang sangat sedikit dan diminta berkumpul kembali di
ruang pelatihan jam 08.00.
Kelelahan fisik yang dialami
akibat kurang istirahat (tidur) selama beberapa hari, karena harus
mengikuti pelatihan mulai pagi hingga subuh, juga mengakibatkan
kelelahan mental. Setelah beberapa hari kurang tidur maka resistensi
peserta terhadap sugesti yang diberikan trainer menjadi lemah dan
sugesti dapat dengan mudah masuk ke pikiran bawah sadar.
Kondisi turunnya resistensi
akibat kelelahan fisik dan mental ini tentu ada sisi positif dan
negatif. Positifnya adalah para peserta secara konsisten berada dalam
kondisi trance selama mengikuti pelatihan. Dengan demikian sugesti yang
diberikan akan sangat mudah masuk ke pikiran bawah sadar mereka.
Negatifnya, ucapan, pikiran, bacaan, apa yang didengar atau ditonton,
sadar atau tidak bersifat dan berlaku sebagai sugesti yang juga langsung
masuk ke pikiran bawah sadar. Dalam hal ini pikiran bawah sadar sangat
terbuka dan rentan terhadap berbagai data yang berasal dari lingkungan.
Bila data yang masuk sifatnya positif dan menguntungkan maka efeknya
juga positif. Namun bila data yang masuk sifatnya kontraproduktif maka
itulah yang akan dialami oleh peserta.
Teknik ketiga adalah
menggunakan emosi. Dalam hal ini trainer secara sengaja membangkitkan
emosi peserta pelatihan. Saat emosi muncul dan dirasakan, pada saat
itulah faktor kritis berhasil ditembus dengan mudah. Yang perlu
dicermati adalah emosi apa yang dimunculkan atau digunakan sebagai kunci
membuka faktor kritis. Ada pelatihan yang berfokus pada emosi negatif
seperti perasaan takut, cemas, khawatir, benci, dendam, perasaan malu,
dan perasaan bersalah, dan ada juga yang fokus pada perasaan positif
seperti cinta kasih, senang, damai, bahagia, perasaan diri layak dan
berharga, semangat untuk berbagi dengan sesama, dan berbagai perasaan
positif lainnya.
Kembali pada judul artikel ini,
sekarang saya secara khusus akan membahas mengenai penguatan negatif.
Penguatan negatif adalah satu bentuk pemrograman pikiran bawah sadar
menggunakan visualisasi yang dipadu dengan sugesti verbal, dan emosi
negatif yang intens.
Cara melakukannya adalah
sebagai berikut. Trainer akan membimbing peserta menyusuri garis waktu
(time line) menuju ke masa depan, misal beberapa bulan, setahun, dua
tahun, lima tahun, hingga sepuluh tahun. Istilah teknisnya future
pacing.
Untuk setiap batas waktu
ini trainer membimbing peserta membayangkan hal negatif yang akan
terjadi bila mereka tidak berhasil mencapai target atau goal yang telah
ditetapkan. Di sinilah pemrograman berbasis emosi negatif dilakukan.
Peserta diminta membayangkan dan merasakan betapa, akibat mereka tidak
sungguh bekerja dan gagal mencapai goal, menderitanya orang-orang yang
mereka kasihi seperti pasangan, anak, dan orangtua karena kegagalan
mereka.
Skenario yang digunakan berbeda
pada setiap batas waktu. Biasanya di awal, misal di batas waktu setahun
ke depan, skenarionya belum terlalu parah atau negatif. Semakin lama
semakin negatif dan intensitas emosi negatif yang digunakan juga semakin
tinggi.
Yang lebih luar biasa lagi,
dalam pelatihan ini trainer meminta peserta membayangan bagaimana kedua
orangtuanya sakit, tidak bisa mendapat perawatan dokter yang seharusnya,
hingga sangat menderita dan meninggal akibat ia tidak melakukan kerja
atau usaha yang seharusnya dilakukan dalam mengejar target atau goal
yang telah ditetapkan. Akibatnya peserta merasa sangat bersalah,
menyesal, sedih, dan juga marah pada dirinya sendiri karena merekalah
yang menyebabkan semua ini terjadi.
Setelah peserta merasakan
berbagai emosi negatif yang berasal dari “masa depan” karena mereka
tidak berhasil mencapai goal, peserta dibawa kembali ke masa sekarang
dan diberi sugesti, “Ini semua belum terjadi. Anda bisa mengubah situasi
ini.”
Dari sudut ilmu pikiran,
pelatihan seperti ini sangat berisiko. Walau telah diberi sugesti “Ini
semua belum terjadi”, di pikiran bawah sadar peserta semuanya telah
terjadi. Emosi yang dirasakan, walau seolah-olah berasal dari masa
depan, sebenarnya dirasakan di masa sekarang karena pikiran hanya
mengenal satu waktu, sekarang.
Di sesi lainnya, seperti yang
saya saksikan di video itu, para peserta diminta untuk menuliskan target
atau impiannya di atas foto orang yang sangat mereka kasihi. Kemudian
mereka diminta untuk berjanji pada orang ini bahwa mereka akan melakukan
apapun untuk bisa mencapai goal ini. Trainer meminta peserta
mengucapkan janji ini berkali-kali, bahkan sambil berteriak.
Setiap kali peserta berteriak,
emosi yang terlibat juga semakin intens dan ini secara otomatis
menempatkan peserta dalam kondisi trance yang dalam. Apalagi dengan
diprovakasi bahwa mereka tidak serius dengan janji mereka. Provokasi ini
terus dilakukan hingga sampai satu titik di mana peserta tampak
histeris.
Salah satu peserta bahkan
berteriak histeris, sambil menangis dan memeluk foto anaknya, berkata,
“Papa pasti berikan apapun yang kamu minta.” Sekilas sugesti diri ini
tampak sangat bagus. Namun, dalam jangka panjang akan tidak baik bagi
peserta ini. Akibat sugesti yang masuk ke pikiran bawah sadarnya dalam
kondisi trance yang dalam, dengan emosi sangat intens, di masa depan ia
tidak akan bisa atau sangat sulit menolak permintaan anaknya, walau
sebenarnya ia tahu ini tidak baik atau tidak boleh.
Apakah penguatan negatif bisa
meningkatkan penjualan? Tentu sangat bisa. Pelatihan ini tentu sangat
mendorong peserta untuk bersungguh-sungguh melakukan kerja atau upaya
untuk mencapai goal. Yang perlu diperhatikan dan disayangkan adalah
dorongan atau motivasi untuk berhasil dilandasi dengan emosi negatif
seperti takut, khawatir, malu, dan terutama perasaan bersalah. Ini
bukanlah cara bijak untuk menimbulkan motivasi internal.
Bila ternyata goal berhasil
dicapai maka program yang telah ditanamkan di pikiran bawah sadar
peserta pelatihan dengan penguatan negatif, yaitu keluarganya akan
menderita bila ia tidak mencapai goalnya, dan berbagai emosi yang
menyertai visualisasi ini bila ia gagal, seperti perasaan takut, cemas,
sedih, menyesal, dan bersalah, tidak akan ia alami.
Apakah mungkin peserta tidak
berhasil mencapai goalnya walau telah dibantu dengan pemberian sugesti
atau pemrograman pikiran bawah sadar? Jawabannya, “Sangat mungkin.”
Data atau program yang telah
berhasil masuk atau dimasukkan ke pikiran bawah sadar tidak berarti
pasti bekerja seperti yang diharapkan. Program ini akan bersaing dengan
program lain yang telah lebih dulu ada di pikiran bawah sadar. Kekuatan
masing-masing program ini akan menentukan perilaku atau tindakan
seseorang. Bila program baru lebih kuat dari program lama maka peserta
akan bertindak seperti yang mereka inginkan, sejalan dengan tujuan
pelatihan. Bila program lama lebih kuat maka peserta tidak akan
mengalami perubahan berarti.
Apa yang akan terjadi bila
ternyata mereka tidak berhasil mencapai goal itu? Yang terjadi adalah
bisa saja keluarganya tidak menderita seperti yang dibayangkan.
Keluarganya baik-baik saja. Namun…. skenario yang pernah ditanamkan di
pikiran bawah sadarnya tetap akan berjalan. Walau dalam kondisi riil
keluarganya baik-baik saja namun di pikiran bawah sadar semuanya bisa
terjadi persis seperti yang telah diprogramkan karena ia gagal mencapai
target. Ini tentu akan sangat tidak baik dan merugikan hidup peserta
pelatihan ini.
Saya bisa memahami alur
pikir trainer ini yang mendasari pelatihannya pada pemikiran bahwa
motivasi dan perilaku manusia didorong oleh dua kebutuhan dasar yaitu
menghindari rasa sakit (pain) dan mengejar rasa senang (pleasure). Ini
adalah pandangan behavioristik yang belum tentu cocok diterapkan pada
setiap orang dan dalam setiap situasi.
Manusia adalah makhluk berakal
budi. Ada cara lain yang lebih bijak, menurut hemat saya, untuk
memotivasi seseorang untuk bertindak dan maju. Salah satunya adalah
dengan meningkatkan kesadaran diri, kebermaknaan hidup, dan menemukan
hasrat (passion) dan tujuan hidup yang sesungguhnya.
Sumber : www.adiwgunawan.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar