Minggu, 12 Februari 2017
Curhat
Gw itu people of result.
Bener2 suka sebel dengan prilaku orang yang ga tahan banting. Seperti bokap.
Sesudah yang satunya gw suruh balik papua, sekarang giliran nyokap mo suruh bokap balik manado.
Mami sudah seminggu ga ngomong sama papi.
Kenegatifan papi membuat kita semua exhausted.
Dia benar2 tidak tau bersyukur untuk segala sesuatu yang sudah kami capai.
Bicaranya yang paling banyak, tapi ga ngasi solusi.
Bisanya cuma marah2, ngomel ke semua orang dengan kasarnya.
Semua pilihan solusi kami ditentang habis2an, dengan cara yang luar biasa buruk.
Begitu ditanya balik, lalu gimana?
Bukan memberi solusi, malah marah dan menyalahkan semua orang, semua situasi, kecuali dirinya sendiri.
Beberapa orang temanku yang melihat kesabaran menakjubkanku saat menghadapi manusia2 tipe sulit, dengan cara berpikir beyond of natural world, suka bertanya mengapa aku bisa punya daya tahan setangguh itu.
Jawabanku simple:
Aku sudah terlatih 34 tahun menghadapi orang sulit setiap hari dalam hidupku.
Oh tentu saja itu dikurangi tahun2 petualanganku di luar kota kecil tempat aku lahir itu.
Kembali, gw itu people of result.
Gw bisa berdiskusi berjam-jam, berhari-hari, bahkan berminggu2 dan berbulan-bulan tentang sesuatu yang sementara direncanakan, dan begitu semua sudah selesai dibicarakan, aku benci mengulang-ulang lagi.
Sudah cukup waktu kan dibicarakan?
Bagaimana kalau orang2 yang senang berdiskusi mulai belajar mengangkat pantat berat mereka, dan mulai bergerak melakukan apa yang harus dilakukan tanpa membuang waktu?
Karena rencana yang sudah didiskusikan matang dengan sempurna, jika tidak ditindaklanjuti, excitement yang muncul di awal itu akan pudar.
Kita tau bahwa baik dalam pekerjaan, maupun dalam hubungan, gairah itu ada masa batas berlakunya.
Meledak di awal2, lalu akan kembali mereda, lalu giliran komitmen-lah yang mempertahankan berjalannya sebuah rencana pekerjaan ataupun hubungan.
Komitmen yang membuat all of those stuffs works.
Sambil manusia berupaya untuk menciptakan kembali the fire works yang ada di awal2 sesuatu itu muncul.
Gairah dan excitement ada batas waktunya.
Persoalan dengan semua orang yang gagal adalah, saat sudah capek merencanakan, dan lalu mereka menunda mengerjakan, tanpa mereka sadari mereka sudah berada di batas akhir kegairahan.
Hasilnya, mereka akhirnya tidak akan mengerjakan apa yang sudah mereka rencanakan dengan luar biasa itu.
Tidak ada yang akan berhasil melakukan sesuatu jika alasan terbesar dari mengerjakan sesuatu itu hanya 100% bergantung pada sparkling yang muncul di awal2.
Pada kegairahan yang tercipta di awal2.
Tapi begitu sesuatu yang dirancangkan itu langsung ditindaklanjuti, kita sebenernya dengan sengaja memaku diri kita untuk berkomitmen di dalamnya.
Merencanakan project, okay. Sesudah itu, langsunglah dikerjakan.
Kita tidak akan mudah meninggalkan sebuah pekerjaan jika kita sudah menginvestasikan banyak hal di pekerjaan itu.
Sekedar memulai, akan menempatkan kita di jalur komitmen.
Hal itu tidak berbeda dengan hubungan.
Semakin banyak yang kita investasikan di dalamnya...
Semakin banyak emosi, semakin banyak rencana kehidupan serius yang kita libatkan di dalam hubungan itu, semakin merekatkan kita ke dalam jalur komitmen.
Jauh lebih mudah mana, meninggalkan orang yang hanya mengisi hidup kita dengan kegembiraan dan keceriaan saja, atau meninggalkan orang yang bersama kita melewati saat2 paling bahagia maupun yang paling menyesakkan dalam hidup kita?
Fokuskan diri pada result, memberdayakan kita. Membuat apa yang kita rencanakan bisa mencapai hasil akhir.
Dan memberi kita kekuatan saat kita menghadapi proses yang berat.
Tapi papi? Tidak memahami semua itu.
Dan aku tidak ingin membuat dia paham. Biarlah. Lelah.
Ada waktu2 di mana aku bukan menyerah dengan seseorang.
Tapi lelah mencoba meyakinkan orang apa yang benar, di saat sebenarnya mereka tau yang mana yang benar, hanya saja tidak mau melakukan apa yang benar.
Lelah karena persoalannya bukan di ketidaktauan, tapi di ketidakinginan untuk melakukan perubahan.
Aku juga adalah tipe orang yang sulit "meninggalkan" seseorang.
Aku nyaris tidak pernah putus asa dengan orang2.
Tapi toh, aku melepas 2 orang juga dari dalam hatiku.
Yang satu sahabatku dari smu, yang satu "anakku" yang ku urus dari masi kelas 5 SD.
Bukan berarti aku tidak mau berbicara or something like that.
Mereka hanya sesederhana, bukan siapa2 lagi di hatiku.
Sekali ku lepas, mereka akan terlepas selamanya, dan tidak ada sesuatupun yang bisa dilakukan untuk memasukkan mereka ke dalam hatiku lagi.
Orang2 yang sudah terlepas itu mau berbuat apapun juga, tidak akan bisa mempengaruhi hatiku, emosiku...
Jika ada seseorang yang masih bisa membuatku marah, masih bisa membuatku menangis, itu berarti mereka masih ada di dalam hatiku kan?
Begitu pula sebaliknya.
Eh btw, besok Valentine.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar