Senin, 16 Januari 2017
A Listening Heart 02
Terbaring ga bisa ngapa2in selama seminggu (ditambah seminggu lagi yang sekarang sementara dijalani), bukan hanya memberi istirahat pada tubuh, tapi juga istirahat bagi jiwa... saat di mana kebisingan dari berbagai pikiran lumayan mereda.
Tapi suara Tuhan yang aku tunggu2?
Tidak ada.
Hahahahaha....
Dan tidak mendengar apapun dari Tuhan selama 3 bulan, selain dua tiga empat penglihatan (yang bagiku tidak menarik) cukup membuat frustasi.
Tau kenapa?
Karena aku selalu memandang hubungan dengan Tuhan itu adalah hubungan cinta, seperti hubungan dua orang kekasih.
Kalau ini adalah hubungan antara seorang budak dan tuannya, maka aku cukup berdiam diri saja, dan menunggu kapan Dia mau berbicara atau kapan Dia tidak mau berbicara... tidak bisa dan tidak perlu mengatakan apa2.
Apapun yang Dia putuskan, apapun yang Dia inginkan, untuk apa peduli?
Aku hanya cukup mengerjakan apapun yang ditugaskan kepadaku.
Budak tidak punya hak bicara.
Tidak punya hak mengemukakan pendapatnya.
Tidak punya hak menyuarakan keinginannya.
Hidup hanya berisi tentang dosa atau bukan dosa.
Tentang kesalahan atau ketaatan.
Aku taat, dan aku diberi makan.
Aku berdosa, dan aku dihukum.
Sederhana.
Tapi kekasih berhak mengetahui apa yang ada di pikiran kekasihnya.
Berhak mengetahui semua keinginan dan rencana.
Berhak menyuarakan pendapat, dan memberitahukan keinginan.
Berhak tau apakah Tuhan lebih suka spageti atau nasi goreng.
Berhak mengatakan pada Tuhan, apakah aku lebih suka mawar atau tulip.
Termasuk berhak mengemukakan pendapat siapakah yang lebih berhak menang, Liverpool atau MU.
Hubungan cinta itu harus penuh dengan komunikasi yang sehat, atau hubungan akan berakhir.
Bagaimana mungkin aku bisa mempercayai Kekasihku kalau sang Kekasih tidak berbicara padaku selama lebih dari 3 bulan?
Bagaimana kepercayaanku akan bertambah, jika ratusan kali aku mengajak bicara, dan sang Kekasih hanya berdiam diri tidak mengatakan sepatah kata pun?
Aku mengajak Dia bicara ratusan kali...
Aku menangis, merengek, mengancam, mengintimidasi...
Bahkan berteriak dengan keras,
"Apakah Kau mendengarkan aku?? Apakah aku masih berarti bagiMu?? Dengarkanlah aku, aku sementara berbicara!!! Aku bukan malaikat yang mondar mandir di depanMu dan harus tetap berdiam diri kalau Kau lagi kehilangan mood bicara!!! Aku kekasihMu, dan cinta ini Kau bayar dengan darahMu!! Aku berhak memintaMu bicara... katakanlah sesuatu... aku benci setiap kali Kau tidak berbicara!!!"
Dia tetap tidak mau mengatakan sepatah katapun.
--------------------------------------------
Pagi ini...
Aku merasa ada angin lembut yang bertiup di dekatku.
Aku masi sangat ingin melanjutkan tidur (haha).
Tiba2 sebuah perasaan aneh mulai menggetarkan aku, dan secepat kilat aku duduk bangun.
Itu Dia...
Aku mengenaliNya.
Sangat jarang Dia datang dengan cara seperti ini.
Hanya pernah dua kali, dulu.
Dengan sangat pelan (dan sedikit takut) aku berbisik, "Tuhan.. is that You?"
Dan untuk pertama kalinya dalam 3 bulan, akhirnya suara yang aku tunggu datang.
"Bukankah kau yang tidak mau mendengarkan lagi?" adalah kalimat pertama yang terdengar.
Lalu semua memory mulai bermunculan dengan cepat.
Semua perkataan "aku tidak mau mendengar lagi.." kembali, seakan minta dipertanggungjawabkan.
Teringat semua momen di mana Dia datang dan mulai berbicara,
"Petra, kau tau... Aku mau melakukan ini..."
"Petra, akan terjadi yang seperti ini..."
"Petra, bangsa ini akan begini dan bangsa itu akan begitu..."
"Petra, orang ini akan begini dan begitu.."
"Petra, apakah kau mau melakukan sesuatu?"
"Petra, Aku tau ini kedengarannya tidak masuk akal bagimu, tapi percayalah Aku tau apa yang Aku lakukan..."
Dan aku menjawab,
"Hentikanlah, Tuhan. Aku tidak mau mendengar lagi..."
----------------------------------
Percakapan belum selesai.
Bahkan sampai postingan ini aku tulis.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar